Rabu, 24 November 2010

Menerawang Dimensi Keempat (Jilid 1)


Manusia diciptakan sebagai makhluk 3-dimensi. Oleh karena itu, kita tidak mampu melihat objek 4-dimensi. Bahkan membayangkannyapun sulit. So, "Bisakah kita menerawang dimensi keempat?". Menerawang disini berarti mencoba mengetahui karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh objek 4-dimensi.


Disini, saya mencoba memaparkan kembali secara ringkas pemaparan Edward B. Burger, Ph.D., profesor matematika dari Williams Collage, tentang dimensi keempat. Untuk sesuatu yang terlalu sulit ditangkap oleh panca indra kita, strategi berpikir yang paling tepat adalah dengan melakukan dua hal. Strategi pertama adalah dengan melakukan analogi. Strategi kedua adalah dengan menganalisis hal-hal sederhana secara mendalam.


"Dimensi" dapat diartikan sebagai "degrees of spatial freedom" atau seberapa bebas kita bisa bergerak dalam dimensi itu. Semakin tinggi dimensinya, semakin tinggi pula derajat kebebasan yang kita miliki. Sebuah titik adalah 0-dimensi karena kita tidak mempunyai kebebasan sama sekali untuk bergerak. Garis lurus adalah 1-dimensi, karena kita hanya mempunyai satu kebebasan bergerak yaitu sepanjang garis tersebut. Bidang datar adalah 2-dimensi, karena kita mempunyai dua kebebasan bergerak, dapat dinyatakan dengan arah x dan arah y. Sedangkan ruangan adalah 3-dimensi, karena kita mempunyai tiga kebebasan bergerak, yaitu arah x, arah y, dan arah z. Bagaimana dengan 4-dimensi? Tentu saja kita akan mempunyai empat kebebasan bergerak. Ke arah x, arah y, arah z, dan kearah mana? Disinilah keterbatasan kita sebagai makhluk 3-dimensi, kita tidak mampu melihat satu arah lagi dalam dunia 4-dimensi.


Dengan adanya "degrees of spatial freedom" di atas, maka dimensi juga bisa diartikan sebagai banyaknya informasi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam dimensi tersebut. Misalnya untuk 2-dimensi, maka diperlukan dua informasi, yaitu informasi arah x dan informasi arah y. Sedangkan untuk 3-dimensi, maka diperlukan tiga informasi, yaitu arah x, arah y, dan arah z. Kembali dengan analogi, dapat kita simpulkan bahwa kita akan memerlukan empat informasi untuk menentukan posisi suatu titik di dunia 4-dimensi.


Dengan penjelasan di atas, tentunya teman-teman telah mendapatkan gambaran tentang apa itu 4-dimensi. Ini akan menjadi bekal teman-teman untuk menerima penjelasan berikutnya yang lebih menarik dan menantang tentang bagaimana karakteristik dari objek/makhluk 4-dimensi dan bagaimana menghadirkan objek 4-dimensi ke dalam dunia 3-dimensi. Tunggu jilid berikutnya!

Selasa, 23 November 2010

Berpikir Aneh

Awalan “ter-“ memiliki makna “paling”. Di dunia ini banyak manusia atau benda yang menyandang gelar ter- atau paling. Misalnya saja manusia terpandai atau manusia paling pandai, manusia terbodoh atau manusia paling bodoh, dan batu terkeras atau batu paling keras. Bisa juga satu objek memiliki predikat ter- atau paling lebih dari satu. Sebagai contoh, “Ayu adalah gadis tercantik, terpandai, terkaya, dan terwangi.”

Pertanyaannya sekarang “ Adakah suatu objek yang memiliki predikat ter-“tidak paling”?”. Logikanya, apapun yang kemudian dinobatkan menjadi ter-“tidak paling” maka dia otomatis mempunyai gelar kepalingan. Bisa jadi, karena penobatannya itu, objek tersebut gugur sebagai ter-“tidak paling”.

Baiklah, kali ini saya akan membuktikan bahwa objek yang memiliki predikat ter-“tidak paling” itu mungkin ada. Taruhlah misalkan saya mempunyai himpunan (ingat pelajaran matematik) yang beranggotakan semua manusia di dunia ini. Misalkan jumlah kategori kepalingan yang ada di dunia ini 10 kali jumlah manusia sehingga setiap manusia bisa memiliki gelar kepalingan lebih dari satu. Misalkan juga pada kasus ini semua orang kecuali si X memiliki gelar kepalingan lebih besar atau sama dengan 3 (tiga) sedangkan si X hanya mempunyai 1 (satu) gelar kepalingan. Dengan demikian apabila kita tetapkan si X menjadi manusia ter-“tidak paling” maka dia akan mempunyai 2 (dua) gelar kepalingan dan tetap menyandang gelar ter-“tidak paling”.

Budidaya Jamur dengan Energi Panas Bumi


Di Indonesia, pemanfaatan energi panas bumi secara langsung sudah dimulai sejak lama. Sebagian besar pemanfaatan langsung dilakukan untuk sektor pariwisata berupa pemandian air panas dan kolam air panas. Namun, dari lebih dari 19000 Mwatt potensi yang dimiliki, pemanfaatan energi panas bumi secara langsung di Indonesia baru sekitar 2,3 Mwatt (Lund dkk., 2010). Pengembangan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia lebih fokus untuk pembangkit energi listrik. Baru pada tahun 1999, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) mulai melakukan penelitian pemanfaatan energi panas bumi secara langsung untuk sektor pertanian. Beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan dan diterapkan diantaranya pemanfaatan energi panas bumi untuk sterilisasi media budidaya jamur, produksi garam, pengering kopra, pengering teh, pasteurisasi susu, dan budidaya ikan. Hingga saat ini, untuk memenuhi kegiatan diatas, diperlukan sekitar 200-300 ton/jam fuida panas bumi.

Salah satu hasil penelitian BPPT adalah teknologi pemanfaatan energi panas bumi untuk membantu proses budidaya jamur. Teknologi ini sudah terbukti secara teknis dan keekonomian dapat diterapkan. Uap atau steam berasal dari sumur-sumur yang sudah tidak digunakan untuk memasok pembangkit listrik. Selain itu, dengan teknologi ini, telah terbukti pula kualitas jamur yang dihasilkan lebih baik daripada jamur yang dibudidayakan secara konvensional.

Untuk melakukan sterilisasi media pembudidayaan jamur atau “bag-log”, diperlukan uap air tawar. Media ini dimasukkan ke dalam sebuah ruang kemudian diuapi dari bawah. Sebelum menggunakan panas bumi, uap dihasilkan dari boiler yang menggunakan bahan bakar kerosin yang harganya tinggi. Fluida panas bumi hanya diambil panasnya dengan menggunakan heat exchanger untuk memanaskan air tawar. Heat exchanger didesain sehingga perpindahan panas yang terjadi cukup digunakan untuk menguapkan air. Uap dari air tawar inilah yang digunakan untuk sterilisasi media pembudidayaan jamur. Selain itu, uap air tawar digunakan untuk menghangatkan ruang inkubator dan menjaga temperaturnya pada 28 OC sehingga jamur tumbuh secara optimal.

Proses selanjutnya adalah pembibitan dan penumbuhkembangan jamur. Proses ini sama seperti teknik budidaya jamur secara konvensional. Beberapa spesies jamur yang telah berhasil dilakukan uji coba pembudidayaan oleh BPPT diantaranya Agaricus bisporus, Pleurotus spp., dan Auricularia spp.

Di Lapangan Panas Bumi Kamojang, teknologi pemanfaatan energi panas bumi untuk budidaya jamur telah diterapkan. Fasilitas yang dibangun meliputi generator uap (heat exchanger), autoclave, tangki air tawar, inoculaiton room, incubation room, dan production room. Steam yang diperoleh dari sumur-sumur berkapasitas kecil memiliki temperatur sekitar 150 OC dan tekanan 2 bar. Steam digunakan untuk memanaskan air tawar melalui heat exchanger. Generator uap ini memiliki kapasitas 57,33 kW sehingga hanya memerlukan steam s ebesar 92,5 kg/jam dan air tawar 78,5 kg/jam. Steam yang dihasilkan dapat digunakan untuk sterilisasi 1200 bag-log. Sedangkan satu bag-log digunakan untuk membudidayakan 600-800 gram jamur.



Fasilitas budidaya jamur (Suyanto dkk., 2010)