Jumat, 22 Juli 2011

Wanita Terbaik

Al Khawarizmi, seorang ahli matematika islam ditanya tentang wanita terbaik.

Beliau menjawab:

Jika wanita itu solehah dan beragama, beri nilai 1, = 1
Jika wanita itu cantik, tambahkan 0 setelah 1, = 10
Jika wanita itu kaya, tambahkan 0 lagi di belakangnya, = 100
Jika wanita itu dari keluarga baik-baik, tambahkan 0 berikutnya, = 1000
Tapi jika "1" tidak ada, maka wanita itu tidak mendapat apa-apa
kecuali sekelompok "0"

-dari blog tetangga-

Kamis, 21 Juli 2011

Algoritma Kehidupan

Saya bukan ahli matematika, bukan juga ahli komputer, apalagi ahli agama. Tapi paling tidak saya pernah berkenalan dengan "algoritma". Sederhananya, algoritma itu adalah serangkaian perintah untuk menyelesaikan suatu masalah atau misi tertentu. Dari yang sederhana misalnya untuk menyelesaikan sistem persamaan linier. Sampai yang relatif lebih kompleks misalnya algoritma untuk robot cerdas.

Satu halaman saja mungkin sudah cukup untuk algoritma sederhana atau satu buku-lah untuk yang lebih rumit. Bagaimana dengan "Algoritma Kehidupan"? Kita tidak lagi terpaku pada satu objek. Bayangkan saja, ada berapa galaksi di alam semesta ini saja kita tidak tahu pasti. Lalu berapa planet untuk tiap galaksi? berapa jumlah organisme yang ada? berapa jumlah sistem organnya? organ? jaringan? sel? nukleus? dan seterusnya.....????? Terlalu kompleks untuk ukuran manusia.

Akan tetapi, sebagai orang beragama saya percaya, semua ada yang mengatur. Siapa? Tuhan. Dengan apa? "Algoritma Kehidupan" atau banyak yang menyebutnya "Sunatullah". Jika ini maka itu, sebab akibat. Ada pula yang berupa ketetapan, seperti halnya ketika kita memberikan nilai tertentu untuk suatu variabel dalam suatu algoritma.

Posisi kita, manusia, termasuk subjek yang menjalankan "Algoritma Kehidupan". Kita diberi kemampuan untuk mengidentifikasi fenomena di sekeliling kita, memilih respon dari sekian banyak resrpon yang mungkin, dan memberikan respon terhadap fenomena tersebut. Sebagai konsekuensinya kita akan menerima akibat dari respon yang kita berikan.

Saya ambil analogi dengan robot cerdas, ciptaan manusia. Robot didesain untuk mampu menyelesaikan misi tertentu. Kitapun begitu. Kita didesain untuk "mampu" menyelesaikan misi hidup. Tuhan sendiri yang telah menjamin tidak akan memberikan beban melebihi kapasitas kita. Jadi jangan pernah menyerah! Tidak perlu ragu dengan janji Tuhan!

Masalahnya sekarang bukan "mampu atau tidak" tapi "tahu atau tidak". Untuk identifikasi fenomena kita bisa belajar, berusaha. Demikian juga dengan bagaimana cara merespon, bisa dipelajari. Yang sulit itu MEMILIH, karena kita tidak tahu masa depan. "Algoritma Kehidupan" yang kita jalani begitu luas, bisa saja kita salah jalan.

Disinilah fungsinya doa, dimana kita berinteraksi dengan Sang Pencipta. Dan seyogyanya doa itu untuk minta petunjuk. Karena pada dasarnya kita itu mampu, asalkan tahu caranya, tahu mana jalan yang harus dipilih. Ekstrimnya jangan meminta uang sekoper lalu berharap beberapa menit kemudian jatuh dari langit. Bukan berarti Tuhan tidak mampu memberi dengan cara itu, tapi Tuhan ingin kita mandiri, merubah nasib kita sendiri.

Sadar atau tidak sadar, bagi yang beragama Islam, kita telah dilatih untuk itu. Paling tidak 17 kali dalam sehari kita mohon petunjuk-Nya.

Mudah-mudahan bermanfaat, untuk kita yang masih harus MEMILIH.

Selasa, 12 Juli 2011

Wisuda


Cara pandang masing-masing orang terhadap sesuatu itu berbeda-beda. Tergantung dari sudut mana dia memandang. Tergantung pula bagaimana cara dia memandang.

Wisuda. Ada yang bilang wisuda itu adalah sebuah "akhir". Ada juga yang bilang wisuda adalah sebuah "awal". Kalau anda pribadi milih yang mana?

Saya rasa dua-duanya ada benarnya. Tapi juga ada kelemahannya. Yang menganggap wisuda bebagai "akhir" artinya dia berfikir secara parsial. Dia hanya melihat proses belajar di perguruan tinggi dari keseluruhan perjalanan hidup. Wisuda dijadikan sebuah happy ending. Setelah itu tidak dipikirkan lagi.

Bagaimana dengan yang berpendapat wisuda sebagai "awal". Sama saja, dia terjabak pada pola berfikir yang parsial. Dia hanya fokus melihat ke depan, segala sesuatu yang akan dilalui setelah wisuda. Seolah-olah kita menghilangkan aspek kebahagiannya disini.

Kalau saya lebih suka berfikir komprehensif. Wisuda adalah satu bagian dari proses panjang, yaitu hidup. Jadi, bahasa kerennya wisuda is a part of my life. Disini wisuda bukan awal atau akhir, tapi sebuah momen indah dalam hidup, sweet moment. Dengan demikian saya tidak kehilangan aspek kebahagiannya. Selain itu saya tetap bisa mengambil pelajaran darinya. Bahwasannya saya pernah memperoleh kebahagiaan dari hasil kerja keras yang saya lakukan.

Dengan begitu, mudah-mudahan bisa menumbuhkan semangat kita untuk lebih kerja keras lagi demi mencapai the real happy ending.
Amin.