Selasa, 23 November 2010

Budidaya Jamur dengan Energi Panas Bumi


Di Indonesia, pemanfaatan energi panas bumi secara langsung sudah dimulai sejak lama. Sebagian besar pemanfaatan langsung dilakukan untuk sektor pariwisata berupa pemandian air panas dan kolam air panas. Namun, dari lebih dari 19000 Mwatt potensi yang dimiliki, pemanfaatan energi panas bumi secara langsung di Indonesia baru sekitar 2,3 Mwatt (Lund dkk., 2010). Pengembangan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia lebih fokus untuk pembangkit energi listrik. Baru pada tahun 1999, BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) mulai melakukan penelitian pemanfaatan energi panas bumi secara langsung untuk sektor pertanian. Beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan dan diterapkan diantaranya pemanfaatan energi panas bumi untuk sterilisasi media budidaya jamur, produksi garam, pengering kopra, pengering teh, pasteurisasi susu, dan budidaya ikan. Hingga saat ini, untuk memenuhi kegiatan diatas, diperlukan sekitar 200-300 ton/jam fuida panas bumi.

Salah satu hasil penelitian BPPT adalah teknologi pemanfaatan energi panas bumi untuk membantu proses budidaya jamur. Teknologi ini sudah terbukti secara teknis dan keekonomian dapat diterapkan. Uap atau steam berasal dari sumur-sumur yang sudah tidak digunakan untuk memasok pembangkit listrik. Selain itu, dengan teknologi ini, telah terbukti pula kualitas jamur yang dihasilkan lebih baik daripada jamur yang dibudidayakan secara konvensional.

Untuk melakukan sterilisasi media pembudidayaan jamur atau “bag-log”, diperlukan uap air tawar. Media ini dimasukkan ke dalam sebuah ruang kemudian diuapi dari bawah. Sebelum menggunakan panas bumi, uap dihasilkan dari boiler yang menggunakan bahan bakar kerosin yang harganya tinggi. Fluida panas bumi hanya diambil panasnya dengan menggunakan heat exchanger untuk memanaskan air tawar. Heat exchanger didesain sehingga perpindahan panas yang terjadi cukup digunakan untuk menguapkan air. Uap dari air tawar inilah yang digunakan untuk sterilisasi media pembudidayaan jamur. Selain itu, uap air tawar digunakan untuk menghangatkan ruang inkubator dan menjaga temperaturnya pada 28 OC sehingga jamur tumbuh secara optimal.

Proses selanjutnya adalah pembibitan dan penumbuhkembangan jamur. Proses ini sama seperti teknik budidaya jamur secara konvensional. Beberapa spesies jamur yang telah berhasil dilakukan uji coba pembudidayaan oleh BPPT diantaranya Agaricus bisporus, Pleurotus spp., dan Auricularia spp.

Di Lapangan Panas Bumi Kamojang, teknologi pemanfaatan energi panas bumi untuk budidaya jamur telah diterapkan. Fasilitas yang dibangun meliputi generator uap (heat exchanger), autoclave, tangki air tawar, inoculaiton room, incubation room, dan production room. Steam yang diperoleh dari sumur-sumur berkapasitas kecil memiliki temperatur sekitar 150 OC dan tekanan 2 bar. Steam digunakan untuk memanaskan air tawar melalui heat exchanger. Generator uap ini memiliki kapasitas 57,33 kW sehingga hanya memerlukan steam s ebesar 92,5 kg/jam dan air tawar 78,5 kg/jam. Steam yang dihasilkan dapat digunakan untuk sterilisasi 1200 bag-log. Sedangkan satu bag-log digunakan untuk membudidayakan 600-800 gram jamur.



Fasilitas budidaya jamur (Suyanto dkk., 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar